Senin, 04 Oktober 2010

Syair Pujangga, pelipur lara

Kemana Perginya cinta saat pujangga datang untuk kenal cinta??
Cinta tak kuasa hadir dalam reka adegan dalam konflik... Saat pujangga hadir.. Untuk syairkan satu bait karya Cinta dalm Gemuruh persimpangan... Pujangga kini menghilang.. tak ada syair itu lagi... Alunan syair syahdu tlah pergi seiring jatuhnya daun ke tanah.. Cinta tak kuasa mendekap hati.. Cinta terselubung serpihan abu suci dari hati.. Yang tak ingn dijamah..tapi terjamah.. Terjamah oleh syair pujangga syahdu.. Cinta gamang...mendekap hati Mengetuk hati agar bukakan pintu untuk berlindung.. Di sana tersimpan bait per bait syair pelipur lara... yang telah terpatri... Izinkan cinta menangis... Izinkan cinta hapus Syair pelipur lara.. Syair yang usang dan tertambal tanda dahulu terkoyak. Agar syair Pujangga dapat terpatri dalam pintu hati... Cinta kini lelah... Gamang...Syair itu belum sempat terhapus jua Sang Pujangga tak lagi tebarkan syair syahdu... Cinta.... Kini merasuk ke dalam hati.. Berlidung.. Tak ingin terjamah lagi... Cinta entah kapan lagi akan hadir... ia rindukan pujangga, tapi menggenggam pelipur lara..

Syair Pujangga

ketika siang menjadi gelap dalam ruangku yang tak pernah terang,hitam.. ketika panas terik matahari dalam suhu tubuhku yang tak pernah hangat,dingin.. ketika tertawa dalam bibirku yang tak pernah bisa bergerak,beku.. “suatu hari kulihat lilin kecil menyala redup diruanganku..lalu kurasakan sedikit hangat dari ujung jari hitam..tanpa terasa bibir yg sekian lama tak bergerak..tersenyum simpul,namun tetap tertutup…” “itulah saat kulihat dirinya…terbang dengan sayap hitam dalam kabut aura putih yang terimpikan dan ternanti ratusan tahun..”